Minggu, 21 November 2010
SAKSI PEKERJA, KEJAMNYA PENJARA GUANTANAMO
United States of America (SuaraMedia) Brandon Nelly adalah tentara AS yang pernah ditugaskan ke kamp penjara Guantanamo selama enam bulan. Masa tugas selama enam bulan itu cukup membuatnya menjadi tertekan dan merasa berdosa karena telah ikut melakukan penyiksaan dan pelecehan terhadap para tahanan Muslim di kamp tersebut. Nelly menjadi saksi hidup kejamnya kamp Guantanamo. Pada surat kabar Inggris The Independent, ia membeberkan bagaimana para tahanan diperlakukan sewenang-wenang dan diluar batas perikemanusiaan oleh tentara-tentara AS yang menjaga kamp tersbeut.
Menurut Nelly, pemukulan, pelecehan secara verbal dan pelecehan secara fisik sudah dilakukan terhadap para tahanan sejak hari pertama mereka dijebloskan ke kamp Guantanamo. Para penjaga kamp melakukan perbuatan yang sengaja didisain untuk menimbulkan trauma fisik dan psikis para tahanan.
"Sejak para tahanan tiba di kamp, akan terdengar teriakan-teriakan mereka menjalani keseluruhan proses. Pada para tahanan dikatakan bahwa negara mereka sudah dibom dengan menggunakan nuklir, keluarga mereka semua sudah mati dan tidak ada yang tersisa. Saya juga melihat beberapa penjaga yang berkata pada tahanan bahwa mereka bisa dieksekusi kapan saja," papar Nelly.
Nelly juga mengatakan bahwa para tentara yang menjaga kamp Guantanamo, sengaja melakukan penghinaan khusus setiap tiba waktu salat.
"Ketika waktu salat tiba, para tentara sengaja berkumpul, membuat keributan, menghina dan menertawakan para tahanan. Beberapa diantara penjaga bernyanyi-nyanyi sambil menirukan panggilan salat, sementara penjaga yang lain menyiramkan air ke tahanan yang sedang salat," ungkap Nelly.
"Apakah mereka bersalah atau tidak, siapa pun Anda, apakah kulit hitam, kulit putih, Yahudi atau Muslim, tidak ada alasan untuk melakukan tindakan seperti apa yang saya dan rekan-rekan saya lakukan. Itu adalah perbuatan yang salah dan benar-benar perbuatan kriminal serta bertentangan dengan segala sesuatu yang menjadi kebanggaan Amerika Serikat," tukas Nelly.
Dengan nada sinis, Nelly yang kini bertugas di Houston membantah pernyataan yang mengatakan bahwa orang-orang yang ditahan di kamp Guantanamo adalah para teroris yang berbahaya. Karena setelah Nelly melihat sendiri para tahanan di kamp tersebut, sama sekali tidak seperti yang ia bayangkan.
Nelly mengatakan, ketika ia akan ditugaskan ke kamp, ia dibilang akan menangani orang-orang yang paling jahat di dunia, orang-orang yang terlibat dalam serangan 11 September. "Dan saya ketika itu siap menghadapi orang yang laing berbahaya itu, para teroris yang telah merencanakan serangan dan membunuh ribuan orang di negara saya," ujar Nelly.
"Tapi, ketika orang-orang yang katanya paling berbahaya itu tiba, mereka tidak seperti yang saya bayangkan. Saya kira, saya akan melihat orang yang sosoknya seperti monster keluar dari bis, ternyata kebanyakan dari mereka bertubuh kecil, kurus, ketakutan dan luka-luka," tutur Nelly.
Di kamp Guantanamo, Nelly sering berbincang dengan David Hicks, seorang mualaf warga negara Australia yang ditangkap di Afghanistan. "Hicks tidak seperti pembunuh berdarah dingin seperti yang banyak orang katakan pada saya. Dia seorang laki-laki biasa seperti saya. Suka ngobrol, bercanda, pokoknya seperti kebanyakan orang pada umumnya," kisah Nelly.
Selain Hicks, Nelly juga akrab dengan Ruhal Ahmad, seorang warga negara Inggris yang menghuni kamp Guantanamo. "Saya biasa mendengarkan musik bersamanya. Ruhal Ahmad juga seperti anak-anak muda pada umumnya," sambungnya.
Nelly mengakui seperti masih menanggung beban dan rasa bersalah jika mengingat perbuatannya dan rekan-rekannya pada para tahanan di kamp Guantanamo. Di sisi lain, Nelly mengaku banyak belajar tentang kehidupan seorang Muslim selama ia ditugaskan di kamp tersebut.
"Saya takjub dengan ketaatan mereka pada agama, mereka selalu membaca Quran, salat ... sesuatu yang sudah jarang sekali Anda lihat di Amerika," tandasnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar